Mengenal daerah asal
Saya bukan AREMA {Arek Malang}
tetapi saya sejak kecil tinggal dan tumbuh di kota Malang. Ketika saya masih
balita ibu dan ayah saya memboyong saya ke Malang saat itu kakak saya belum
ikut. Kakak saya tinggal bersama nenek. Pertama kali saya tinggal di Dinoyo disana
saya menemukan banyak hal terutama pengalaman. Di Dinoyo, ketika saya masih
kecil. Saat 17 Agustus ada berbagai macam lomba seperti pukul air, balap
karung. Kelereng, dsb. Dan juga ada pawai budaya di pinggir jalan menampilkan
topeng monyet, reog ponorogo, tarian jaipong,dsb. Pada saat itu saya sempat
nangis karena saya takut dengan reog ponorogo. Saya tinggal di Dinoyo hanya
beberapa tahun.
Ketika saya berumur 6 tahun. Saya
dan keluarga saya pindah ke jalan Titan Asri IX/G-24 Malang. Disini saya juga
mengenal kultur baru seperti malam syukuran ketika malam agustusan, lomba2
agustus yang agak berbeda dibandingkan di gajayana. Ada lomba catur, badminton, tenis meja, voli, fashion show, menangkap belut,
memasukkan paku, lomba kerupuk, fashion
show, dsb. Dan juga ada budaya yang masih dipertahankan hingga saat ini
adalah syukuran ketika bayi berumur 7 bulan, tetangga baru,menempati lingkungan
baru, dan ketika sakit, kelahran bayi
para tetangga menjenguk.dsb. Menurut saya itu semua merupakan budaya yang harus
tetap diperahankan. Itulah gambaran mengenai kehidupan social di tempat tinggal
saya.
Malang memiliki beberapa keunikan
dan keunggukan. Malang memiliki banyak julukan salah satunya adalah kota
pendidikan. Sebutan kota pelajar muncul dikarenakan kota Malang memiliki banyak
sekolah di berbagai jenjang dan juga banyak yang merantau ke kota Malang untuk
menempuh/melanjutkan pendidikannya Julukan ini sudah ada sejak jaman Hindia
Belanda. Dan juga kota Malang memiliki banyak industry kreatif seperti sentra
keripik buah, sari apel, keripik tempe yang berpusat di Sanan, jenang apel,
dsb.
Source:https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCCe_1fuyAZi5dTThU3udl9eFj4J0jI6D2xjS-AlFru5EY87CV77ZPBA7hT_iazAZ5HovffXA3THWwJegDqC1lMM3H96mVsUAatyR7qeJxqtHgBjX5fLHflnYve5sjWVJlqH-lKo4d8yGW/s1600/13046322_1106136042785400_561164164_n.jpg
Dalam berkomunikasi warga Malang memakai Bahasa logat malang-suroboyoan dan juga Bahasa walikan. Bahasa walikan muncul karena untuk pada masa klonial Belanda warga menjaga agar pemerintah maupun tentara koolonial belanda tidak mengetahui pembicaraan mereka. Bahasa walikan juga populer di anak muda malang bahkan menjadi Bahasa gaul. Seperti kamu dibalik jadi umak, saya menjadi ayas, makan menjadi nakam, dsb. Itulah informasi mengenai daerah asal saya. Terima kasih.
Source:https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCCe_1fuyAZi5dTThU3udl9eFj4J0jI6D2xjS-AlFru5EY87CV77ZPBA7hT_iazAZ5HovffXA3THWwJegDqC1lMM3H96mVsUAatyR7qeJxqtHgBjX5fLHflnYve5sjWVJlqH-lKo4d8yGW/s1600/13046322_1106136042785400_561164164_n.jpg
Dalam berkomunikasi warga Malang memakai Bahasa logat malang-suroboyoan dan juga Bahasa walikan. Bahasa walikan muncul karena untuk pada masa klonial Belanda warga menjaga agar pemerintah maupun tentara koolonial belanda tidak mengetahui pembicaraan mereka. Bahasa walikan juga populer di anak muda malang bahkan menjadi Bahasa gaul. Seperti kamu dibalik jadi umak, saya menjadi ayas, makan menjadi nakam, dsb. Itulah informasi mengenai daerah asal saya. Terima kasih.
Comments
Post a Comment